Pokok-Pokok Pikiran
tentang Pemulihan Khittah NU 1926
tentang Pemulihan Khittah NU 1926
Hasil Keputusan Musyawarah Nasional
Alim Ulama Nahdlatul Ulama
No. II/MAUNU/l404/l983 tentang
PEMULIHAN KHITTAH NAHDLATUL ULAMA 1926
1. Hakekat NU dan
Kedudukan Ulama di da1amnya
Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyah Diniyah
Islamiyah yang didirikan pada tangga1 16 Rajab 1344 H., atau tanggal 31 Januari
1926 oleh Ulama yang berhaluan Ahlis Sunnah wal Jama' ah.
Jam’iyah ini didirikan untuk menjadi
wadah bagi usaha mempersatukan diri dan rnenyatukan langkah di dalam tugas
mernelihara,melestarikan, mengembangkan dan mengama1kan ajaran Islam ala ahadil
madzahibil arba'ah, serta berkiblat kepada bangsa, negara dan ummat Islam.
Dengan demikian NU merupakan
perkumpulan Ulama yang bangkit dan membangkitkan para pengikutnya bersama kaum
muslimin di tengah lingkungan masyarakat bangsanya.
Dengan memahami hal itu maka dalam NU
kedudukan Ulama merupakan sentral baik sebagai pendiri, pemimpin dan pengenda1i
perkumpulan serta panutan kaum nahdliyin.
Sebagai Jam'iyah Diniyah Is1amiyah
Nahd1atul Ulama selalu berpegang teguh kepada kaidah kaidah keagamaan (Islam)
dan kaidah-kaidah kenegaraan dalam merumuskan pendapat, sikap dan
langkah-langkahnya
2. Makna Khittah
1926
2.1. Khittah NU 1926 adalah landasan berfikir,
bersikap dan bertingkah laku warga Nahdlatul Ulama dalam semua tindak dan
kegiatan (organisasi) serta dalam setiap pengambilan keputusan.
2.2. Landasan tersebut dapat diambil dengan
mengambil inti sari dari cita-cita dasar di dirikannya NU yakni sebagai wadah
perkhidmatan yang semata-mata dilandasi
niat beribadah kepada Allah SWT. Secara nyata niat khidmat tersebut terlihat
pada awal berdirinya NU, diwujudkan dalam bentuk-bentuk ikhtiar: "mengadakan
perhoeboengan diantara 'Oelama-oelama jang bermazhab; memeriksa kitab-kitab
sebelumnya dipakai oentoek mengadjar soepaja diketahui apakah itu dari
'kitab-kitab Ahlis sunnah wal Djama'ah ataoe kitab-kitab Ahli Bid'ah;
menjiarkan agama Islam berasaskan pada mazhab empat dengan djalan apa sadja
jang halal; berichtiar memperbanjak madrasah-madrasah jang berdasarkan agama
Islam; memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan,dengan masdjid-masdjid,
soeraoe-soeraoe dan pondok-pondok, begitoe djoega dengan hal ihwalnya anak-anak
jatim dan orang orang fakir miskin serta mendirikan badan badan oentoek
memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan jang tiada dilarang oleh sjariat
agama Islam" (pasal 3 Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel 'Oelama.).
Ikhtiar yang dirumuskan dalam
"Statuten NU 1926 ” tersebut merupakan prioritas yang dirasakan penting
untuk dilaksanakan pada saat berdirinya. Di dalamnya tercermin kuat bahwa
ikhtiar yang hendak dilakukan NU berakar pada pengabdian di bidang keilmuan;
kepekaan terhadap masalah sosial khususnya untuk mengatasi fakir miskin; serta
keinginan yang jelas untuk memajukan bidang sosial ekonomi masyarakat,
Sejarah perkembangan NU kemudian juga
menunjukkan, bahwa disamping ikhtiar-ikhtiar yang, disebutkan di atas, NU telah
melibatkan diri pada perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia dalam arti yang
seluas-luasnya.
Pada setiap tahapan perjuangan bangsa,
NU telah melibatkan diri dengan sebaik-baiknya, termasuk ketika bangsa
Indonesia bersepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
serta ditetapkannya UUD 1945 menjadi konstitusi negara Republik Indonesia.
Khittah NU dengan demikian dalam
artinya yang nyata merupakan pencerminan dari apa yang dapat dilihat pada niat
dan dorongan berdirinya, rumusan ikhtiar yang pernah di lakukan di saat
berdirinya serta pada intisari sejarah perjalanan hidupnya dalam pengabdian.
Pemulihan Khittah 'NU 1926 dengan
demikian tidak lain kembali kepada semangat yang dilandasi oleh kekuatan yang
mendorong didirikannya jam'iyah ini pada tahun 1926 dan tujuan yang hendak
dicapainya dengan menyadari sepenuhnya terhadap setiap perubahan yang terjadi
pada lingkungan masyarakat dimana NU melakukan khidmahnya.
Sesuai dengan kaidah Fikih, bahwa setiap hukum selalu
berubah menurut 'illatnya (al hukmu yaduru ma’a
illatihi wujudan wa’adaman), serta tabiatalam yang selalu berubah dan
membawa kebutuhan-kebutuhan baru, maka NU selalu sadar bahwa dalam melaksankan
semangat NU 1926 juga diselaraskan dengan tuntutan dan kebutuhan yang baru itu.
Dengan begitu cara-cara (kaifiyah) perjuangan dan perkhidmatannya Juga selalu
di sesuaikan dengan perubahan zaman tersebut. Sebagai jam' iyah diniyah, tugas
NU adalah memberikan panduan dan bimbingan, bagaimana agar perubahan kebutuhan
maupun kaifiyat dalam memecahkan kebutuhan tersebut, tidak mengakibatkan
goncangan pada moral masyarakat dengan terus melakukan pembinaan akhlakul
karimah. Dengan demikian NU disatu fihak terus melakukan perbaikan dan
perubahan dalam melakukan amal bakti dan khidmahnya kepada ummat dan bangsa, di
fihak lain NU terus berusaha agar menjaga masyarakat berpegang teguh pada sifat
dan sikap yang mencerminkan akhlakul karimah yang bersumber dari ajaran Islam.
Untuk itu, maka dalam semangat kembali
kepada Khittah NU 1926, pengabdian dan perkhidmatan NU akan berada pada jalur
yang tepat, bila NU tetap menempatkan kepemimpinan, dan bimbingan ulama pada
tempat yang tinggi, serta mendayagunakan para ahli yang dimilikinya untuk menjadi
pengurus yng dapat mendorong khidmah nyata NU dalam memecahkan masalah-masalah
ummat dan bangsa Indonesia.
Khidmah tersebut dengan demikian akan
tercermin dalam kepemimpinan dan kepengurusan; dalam bentuk organisasi, dalam
pemilihan prioritas kegiatan serta dalam memerankan diri di tengah perkembangan
kehidupan masyarakat serta kehidupan bernegara.
3. Konsekuensi
Pemulihan Khittah
Niat untuk melakukan pemulihan Khittah
NU 1926 diwujudkan dengan :
3.1. Bidang
Organisasi
3.1.1 Syuriyah NU sebagai lembaga formal NU
yang mencerminkan kepemimpinan ulama dalam jam’iyah NU di pertegas kembali
wewenangnya selaku pengendali, pemimpin dan pengelola. NU;
3.1.2 Untuk itu ditegaskan bahwa pengurus NU
di semua tingkatan adalah pengurus Syuriyah.
3.1.3 Pengurus Syuriyah dipilih oleh
musyawarah Syuriyah.
3.1.4 Pengurus Pelaksana (Tanfidziyah)
dipilih oleh musyawarah Tanfidziyah dengan terlebih dahulu dimintakan
persetujuan terhadap calon pengurus
tersebut oleh pengurus Syuriyah.
3.1.5 Pengurus Tanfidziyah dapat
diberhentikan oleh Pengurus Syuriyah bila Syuriyah berpendapat bahwa yang
bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan jarn'iyah maupun
agama, tanpa rnenunggu masa jabatannya selesai.
3.1.6 Pengurus Tanfidziyah Yang terkena
tindakan tersebut dapat dan diberi kesempatan untuk membela diri pada
kesempatan permusyawaatan berikutnya.
3.1.7 Pengurus Syuriyah berhak membekukan
kepengurusan bila dianggap melanggar ketentuan syar'i maupun organisasi.
3.2. Mengenai
NU dan Pancasila
Mengenai Pancasila, NU berpendapat
bahwa sesungguhnya rumusan nilai-nilai yang dijadikan dasar negara Republik
Indonesia sudah tuntas dengan ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus
1945. Semua fihak harus hanya memahami (memiliki persepsi tentang ) dasar
negara menurut bunyi dan maknanya yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar
1945 (Pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya) itu.Kaum muslimin Indonesia
bersama-sama dengan seluruh bangsa Indonesia juga memikul kewajiban memenuhi
kesepakatan bersama itu. Kaum muslimin Indonesia (termasuk kaum Nahdliyin)
menerima dasar negara Republik Indonesia itu, berdasar prinsip; bahwa kaum
muslimin Indonesia (melalui para pemimpinya) ikut aktif dalam perumusan dan
kesepakatan tentang dasar negara itu, serta karena nilai-nilai yang dirumuskan
menjadi dasar negara itu dapat disepakati dan dibenarkan,menurut pandangan
Islam.
Pancasila sebagai dasar negara tidak
bertentangan dengan agama Islam. Karena itu jangan dipertentangkan. Nahdlatul
Ulama yang berhaluan pada akidah dan syari’ah Islam menurut faham Ahlussunnah
wal Jama’ah yang sejak semula menerima Pancasila menurut bunyi dan makna yang
tertuang dalam pembukaan Undang -Undang Dasar 1945 (billafdhi wal ma'nal
murad), dengan rasa tanggungjawab dan tawakkal kepada Allah serta mengharap
ridla-Nya, berketetapan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi Nahdlatul
Ulama sebagai jam’iyah diniyah Islamiyah berakidah Islam menurut faham Ahlus
sunnah wal Jama’ah dan mengikuti salah satu madzhab empat Hanafi, Maliki,
Syafi' i dan Hambali.
3.3. Hubungan
Nahdlatul Ulama dan Politik
3.3.1 Hak berpolitik adalah salah satu hak asasi
seluruh warganegara,termasuk warga negara yang menjadi anggota Nahdlatul Ulama.
Tetapi Nahdlatul Ulama bukan merupakan wadah bagi kegiatan politik praktis
Penggunaan hak berpolitik dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang
ada dan dilaksanakan dengan akhlakul karimah sesuai dengan ajaran Islam,
sehingga tercipta kebudayaan politik yang sehat.
3.3.2 Nahdlatul Ulama menghargai warga negara yang
menggunakan hak politiknya secara baik, bersungguh-slmgguh dan
bertanggungjawab.
3.4. Program
yang dikembangkan
Selain hal-hal
diatas, maka dalam melaksanakan prioritas program, NU akan melakukan kegiatan
terutama pada bidang -bidang :
3.4.1 Kegiatan da'wah Islamiyah yang meliputi
peningkatan silaturrahmi antara para ulama, pelestarian majelis-majelis
pengajian, pengkajian pada masalah-masalah keagamaan yang berkembang, perluasan
kiprah da' wah, pembaharuan pada metode da'wah, penertiban literatur dan media
da'wah serta melakukan koordinasi pada para mubaligh dan da' i yang berada
dalam NU.
3.4.2 Kegiatan
pendidikan dan pengajaran yang me1iputi berbagai aspek kegiatan pendidikan baik
formal, informal, maupun nonformal, baik di bidang keagamaan maupun non agama
serta ketrampilan
3.4.3 Kegiatan
peningkatan mabarrat/sosial ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
hidup warga NU maupun bangsa pada umumnya,
4.
Rekomendasi
4.1. Untuk memperluas gagasan-gagasan dan
pengertian-pengertian yang terkandung pada pokok-pokok pikiran ini, maka
Musyawarah Nasional Alim Ulama NU meminta kepada PBNU agar segera menyusun
suatu Tim yang bertugas untuk menyusun buku yang berisi Khitta NU secara
lengkap.
Dalam penyusunan itu digunakan beberapa
bahan, antara lain Qanun Asasi, statuten NU 1926, buku Khittah Nahdliyah
tulisan KH Ahmad Siddiq, Pokok-Pokok Pikiran tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul
Ulama 1926 karya Tim Tujuh, buku Pedoman Tabligh karya KH.Mahfudh Siddiq,
Mukaddimah Program Dasar Pengembangan Lima Tahun NU, Pokok-Pakok Hasil munas
Alim Ulama NU, dll.
4.2. Agar
pokok-pokok pikiran mengenai khittah ini dapat dijadikan landasan dalam
perubahan-perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah tangga di Muktamar yang akan
datang.
Wallahul
muwaffiq ila aqwamit thariq.
Sukoreja, Situbondo: 16
R. Awwal 1404 H
21 Desember 1983 M
21 Desember 1983 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar