Jumat, 07 Desember 2012

Pokok-Poko Pikiran tentang Pemulihan Khittah NU 1926



Pokok-Pokok Pikiran
tentang Pemulihan Khittah NU 1926
Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama 

No. II/MAUNU/l404/l983 tentang 
PEMULIHAN KHITTAH NAHDLATUL ULAMA 1926

1.      Hakekat NU dan Kedudukan Ulama di da1amnya
Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tangga1 16 Rajab 1344 H., atau tanggal 31 Januari 1926 oleh Ulama yang berhaluan Ahlis Sunnah wal Jama' ah.
Jam’iyah ini didirikan untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan diri dan rnenyatukan langkah di dalam tugas mernelihara,melestarikan, mengembangkan dan mengama1kan ajaran Islam ala ahadil madzahibil arba'ah, serta berkiblat kepada bangsa, negara dan ummat Islam.
Dengan demikian NU merupakan perkumpulan Ulama yang bangkit dan membangkitkan para pengikutnya bersama kaum muslimin di tengah lingkungan masyarakat bangsanya.
Dengan memahami hal itu maka dalam NU kedudukan Ulama merupakan sentral baik sebagai pendiri, pemimpin dan pengenda1i perkumpulan serta panutan kaum nahdliyin.
Sebagai Jam'iyah Diniyah Is1amiyah Nahd1atul Ulama selalu berpegang teguh kepada kaidah kaidah keagamaan (Islam) dan kaidah-kaidah kenegaraan dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah-langkahnya
2.      Makna Khittah 1926
2.1.   Khittah NU 1926 adalah landasan berfikir, bersikap dan bertingkah laku warga Nahdlatul Ulama dalam semua tindak dan kegiatan (organisasi) serta dalam setiap pengambilan keputusan.
2.2.   Landasan tersebut dapat diambil dengan mengambil inti sari dari cita-cita dasar di dirikannya NU yakni sebagai wadah perkhidmatan  yang semata-mata dilandasi niat beribadah kepada Allah SWT. Secara nyata niat khidmat tersebut terlihat pada awal berdirinya NU, diwujudkan dalam bentuk-bentuk ikhtiar: "mengadakan perhoeboengan diantara 'Oelama-oelama jang bermazhab; memeriksa kitab-kitab sebelumnya dipakai oentoek mengadjar soepaja diketahui apakah itu dari 'kitab-kitab Ahlis sunnah wal Djama'ah ataoe kitab-kitab Ahli Bid'ah; menjiarkan agama Islam berasaskan pada mazhab empat dengan djalan apa sadja jang halal; berichtiar memperbanjak madrasah-madrasah jang berdasarkan agama Islam; memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan,dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondok-pondok, begitoe djoega dengan hal ihwalnya anak-anak jatim dan orang orang fakir miskin serta mendirikan badan badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan jang tiada dilarang oleh sjariat agama Islam" (pasal 3 Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel 'Oelama.).
Ikhtiar yang dirumuskan dalam "Statuten NU 1926 ” tersebut merupakan prioritas yang dirasakan penting untuk dilaksanakan pada saat berdirinya. Di dalamnya tercermin kuat bahwa ikhtiar yang hendak dilakukan NU berakar pada pengabdian di bidang keilmuan; kepekaan terhadap masalah sosial khususnya untuk mengatasi fakir miskin; serta keinginan yang jelas untuk memajukan bidang sosial ekonomi masyarakat,
Sejarah perkembangan NU kemudian juga menunjukkan, bahwa disamping ikhtiar-ikhtiar yang, disebutkan di atas, NU telah melibatkan diri pada perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya.
Pada setiap tahapan perjuangan bangsa, NU telah melibatkan diri dengan sebaik-baiknya, termasuk ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia serta ditetapkannya UUD 1945 menjadi konstitusi negara Republik Indonesia.
Khittah NU dengan demikian dalam artinya yang nyata merupakan pencerminan dari apa yang dapat dilihat pada niat dan dorongan berdirinya, rumusan ikhtiar yang pernah di lakukan di saat berdirinya serta pada intisari sejarah perjalanan hidupnya dalam pengabdian.
Pemulihan Khittah 'NU 1926 dengan demikian tidak lain kembali kepada semangat yang dilandasi oleh kekuatan yang mendorong didirikannya jam'iyah ini pada tahun 1926 dan tujuan yang hendak dicapainya dengan menyadari sepenuhnya terhadap setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan masyarakat dimana NU melakukan khidmahnya.
Sesuai dengan  kaidah Fikih, bahwa setiap hukum selalu berubah menurut 'illatnya (al hukmu yaduru ma’a  illatihi wujudan wa’adaman), serta tabiatalam yang selalu berubah dan membawa kebutuhan-kebutuhan baru, maka NU selalu sadar bahwa dalam melaksankan semangat NU 1926 juga diselaraskan dengan tuntutan dan kebutuhan yang baru itu. Dengan begitu cara-cara (kaifiyah) perjuangan dan perkhidmatannya Juga selalu di sesuaikan dengan perubahan zaman tersebut. Sebagai jam' iyah diniyah, tugas NU adalah memberikan panduan dan bimbingan, bagaimana agar perubahan kebutuhan maupun kaifiyat dalam memecahkan kebutuhan tersebut, tidak mengakibatkan goncangan pada moral masyarakat dengan terus melakukan pembinaan akhlakul karimah. Dengan demikian NU disatu fihak terus melakukan perbaikan dan perubahan dalam melakukan amal bakti dan khidmahnya kepada ummat dan bangsa, di fihak lain NU terus berusaha agar menjaga masyarakat berpegang teguh pada sifat dan sikap yang mencerminkan akhlakul karimah yang bersumber dari ajaran Islam.
Untuk itu, maka dalam semangat kembali kepada Khittah NU 1926, pengabdian dan perkhidmatan NU akan berada pada jalur yang tepat, bila NU tetap menempatkan kepemimpinan, dan bimbingan ulama pada tempat yang tinggi, serta mendayagunakan para ahli yang dimilikinya untuk menjadi pengurus yng dapat mendorong khidmah nyata NU dalam memecahkan masalah-masalah ummat dan bangsa Indonesia.
Khidmah tersebut dengan demikian akan tercermin dalam kepemimpinan dan kepengurusan; dalam bentuk organisasi, dalam pemilihan prioritas kegiatan serta dalam memerankan diri di tengah perkembangan kehidupan masyarakat serta kehidupan bernegara.
3.      Konsekuensi Pemulihan Khittah
Niat untuk melakukan pemulihan Khittah NU 1926 diwujudkan dengan :
3.1. Bidang Organisasi
3.1.1        Syuriyah NU sebagai lembaga formal NU yang mencerminkan kepemimpinan ulama dalam jam’iyah NU di pertegas kembali wewenangnya selaku pengendali, pemimpin dan pengelola. NU;
3.1.2        Untuk itu ditegaskan bahwa pengurus NU di semua tingkatan adalah pengurus Syuriyah.
3.1.3        Pengurus Syuriyah dipilih oleh musyawarah Syuriyah.
3.1.4        Pengurus Pelaksana (Tanfidziyah) dipilih oleh musyawarah Tanfidziyah dengan terlebih dahulu dimintakan persetujuan terhadap calon pengurus   tersebut oleh pengurus Syuriyah.
3.1.5        Pengurus Tanfidziyah dapat diberhentikan oleh Pengurus Syuriyah bila Syuriyah berpendapat bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan jarn'iyah maupun agama, tanpa rnenunggu masa jabatannya selesai.
3.1.6        Pengurus Tanfidziyah Yang terkena tindakan tersebut dapat dan diberi kesempatan untuk membela diri pada kesempatan permusyawaatan berikutnya.
3.1.7        Pengurus Syuriyah berhak membekukan kepengurusan bila dianggap melanggar ketentuan syar'i maupun organisasi.
3.2. Mengenai NU dan Pancasila
Mengenai Pancasila, NU berpendapat bahwa sesungguhnya rumusan nilai-nilai yang dijadikan dasar negara Republik Indonesia sudah tuntas dengan ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Semua fihak harus hanya memahami (memiliki persepsi tentang ) dasar negara menurut bunyi dan maknanya yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya) itu.Kaum muslimin Indonesia bersama-sama dengan seluruh bangsa Indonesia juga memikul kewajiban memenuhi kesepakatan bersama itu. Kaum muslimin Indonesia (termasuk kaum Nahdliyin) menerima dasar negara Republik Indonesia itu, berdasar prinsip; bahwa kaum muslimin Indonesia (melalui para pemimpinya) ikut aktif dalam perumusan dan kesepakatan tentang dasar negara itu, serta karena nilai-nilai yang dirumuskan menjadi dasar negara itu dapat disepakati dan dibenarkan,menurut pandangan Islam.
Pancasila sebagai dasar negara tidak bertentangan dengan agama Islam. Karena itu jangan dipertentangkan. Nahdlatul Ulama yang berhaluan pada akidah dan syari’ah Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang sejak semula menerima Pancasila menurut bunyi dan makna yang tertuang dalam pembukaan Undang -Undang Dasar 1945 (billafdhi wal ma'nal murad), dengan rasa tanggungjawab dan tawakkal kepada Allah serta mengharap ridla-Nya, berketetapan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah diniyah Islamiyah berakidah Islam menurut faham Ahlus sunnah wal Jama’ah dan mengikuti salah satu madzhab empat Hanafi, Maliki, Syafi' i dan Hambali.
3.3. Hubungan Nahdlatul Ulama dan Politik
3.3.1    Hak berpolitik adalah salah satu hak asasi seluruh warganegara,termasuk warga negara yang menjadi anggota Nahdlatul Ulama. Tetapi Nahdlatul Ulama bukan merupakan wadah bagi kegiatan politik praktis Penggunaan hak berpolitik dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang ada dan dilaksanakan dengan akhlakul karimah sesuai dengan ajaran Islam, sehingga tercipta kebudayaan politik yang sehat.
3.3.2    Nahdlatul Ulama menghargai warga negara yang menggunakan hak politiknya secara baik, bersungguh-slmgguh dan bertanggungjawab.
3.4. Program yang dikembangkan
Selain hal-hal diatas, maka dalam melaksanakan prioritas program, NU akan melakukan kegiatan terutama pada bidang -bidang :
3.4.1   Kegiatan da'wah Islamiyah yang meliputi peningkatan silaturrahmi antara para ulama, pelestarian majelis-majelis pengajian, pengkajian pada masalah-masalah keagamaan yang berkembang, perluasan kiprah da' wah, pembaharuan pada metode da'wah, penertiban literatur dan media da'wah serta melakukan koordinasi pada para mubaligh dan da' i yang berada dalam NU.
3.4.2 Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang me1iputi berbagai aspek kegiatan pendidikan baik formal, informal, maupun nonformal, baik di bidang keagamaan maupun non agama serta ketrampilan
3.4.3 Kegiatan peningkatan mabarrat/sosial ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup warga NU maupun bangsa pada umumnya,
4.            Rekomendasi
4.1.   Untuk memperluas gagasan-gagasan dan pengertian-pengertian yang terkandung pada pokok-pokok pikiran ini, maka Musyawarah Nasional Alim Ulama NU meminta kepada PBNU agar segera menyusun suatu Tim yang bertugas untuk menyusun buku yang berisi Khitta NU secara lengkap.
Dalam penyusunan itu digunakan beberapa bahan, antara lain Qanun Asasi, statuten NU 1926, buku Khittah Nahdliyah tulisan KH Ahmad Siddiq, Pokok-Pokok Pikiran tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926 karya Tim Tujuh, buku Pedoman Tabligh karya KH.Mahfudh Siddiq, Mukaddimah Program Dasar Pengembangan Lima Tahun NU, Pokok-Pakok Hasil munas Alim Ulama NU, dll.
4.2. Agar pokok-pokok pikiran mengenai khittah ini dapat dijadikan landasan dalam perubahan-perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah tangga di Muktamar yang akan datang.

Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq.

Sukoreja, Situbondo:   16 R. Awwal 1404 H
21 Desember 1983 M


Tidak ada komentar:

Posting Komentar